Ayat-Ayat Tentang Hijab Dan Memandang Berdasarkan Surat An-Nur Ayat 30 & 31


Oleh : MuhammadNadzri

Penulisan ini merupakan hasil tugasan bagi kuliah Tafsir Ayat Hukum Keluarga semasa penulis mengambil Ijazah Syariah di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Ditulis asal dalam Bahasa Indonesia.
 
          Sesungguhnya Allah telah menetapkan suatu aturan bagi setiap perkara itu dengan sangat sempurna dan teratur. Setiap yang diperintah dan dilarangnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah demi kebaikan dan menjaga kemaslihatan umat manusia. Hanya kita saja yang perlu menyedari hakikat ini, sama ada secara langsung berdasarkan dalil ataupun secara kritis berdasarkan kajian dan pemerhatian di dalam setiap aspek aktivitas harian.
          Permasalahan Hijab dan Menjaga Pandangan ini sudah lama diperdebatkan oleh para alim dan hukama’. Terdapat beberapa pandangan berkenaan hijab dan memandang, sama ada yang melihatnya dari sudut yang lebih luas atau sebagai suatu ketentuan yang syadid atau ketat. Namun objektif daripada itu hanyalah bertujuan untuk membenarkan kalam tuhan dan menjalankan tanggungjawab terhadap kemaslahatan umat.

          Di dalam tugasan ini, pemakalah akan membahas tentang ayat hukum berkenaan hijab dan memandang, sebab nuzul ayatnya, definisi hijab dan memandang, permasalahannya, dan sedikit termasuk ke dalam konsepsi berkenaan memandang wanita yang dipinang.

 

PEMBAHASAN

A. Ayat Hukum Berkenaan Hijab dan Memandang

Berdasarkan ayat 30 dan 31 Surat An-Nur, Allah s.w.t berfirman :


 قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَ يَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَالِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ . وَ قُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَ لَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيرِ أُولِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .

Maksudnya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali barang yang lahir yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.[1]


B. Sebab Nuzul Ayat 30-31 Surat An-Nur

          Asrifin An Nakhrawie menukilkan di dalam bukunya berdasarkan suatu riwayat daripada Ibnu Abi Hatim, bersumber daripada Jabir bin Abdillah bahawa Asma’ binti Murstid, seorang pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, juga nampak dada dan sanggul-sanggul mereka. Melihat hal itu, Asma’ berkata, “Alangkah buruknya (pemandangan) ini.” Maka turunnya ayat tersebut sesungguhnya berkenaan dengan peristiwa itu yang memerintahkan kepada kaum mukminat untuk menutup aurat mereka.[2]

 

C. Definisi Hijab dan Memandang serta Permasalahannya 

           Kata hijab secara bahasa berasal dari istilah Arab ha-ja-ba (حَجَبَ) yang bermaksud menutupi, atau mencegah sesuatu masuk. Dari sudut terminologis, hijab diartikan sebagai penghalang atau penutup, juga boleh dikenali sebagai suatu bagian yang muncul daripada bukit yang tinggi.[3] Istilah hijab juga diguna pakai di dalam permasalah faraid yang bermaksud larangan bagi sebagian ahli waris untuk mendapatkan harta pusaka.[4] Namun, apabila dilihat dalam bab ikhtilat, pendefenisiannya lebih menjurus kepada telunjuk dalam menjaga batas pergaulan.

           Hijab juga dikenali sebagai jilbab, ialah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma`ani.[5] 

           Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua badan.[6] 

           Di dalam pengertian lain pula, hijab bisa berarti suatu tirai yang bertujuan memisahkan antara dua ruang atau kelompok. [7] Ini berdasarkan firman Allah s.w.t di dalam Surat Al-Ahzab ayat 53 :
 وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَالِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَ قُلُوبِهِنَّ

Maksudnya : “Dan apabila kamu hendak bertanya kepada mereka (perempuan-perempuan), maka tanyalah mereka dari belakang tabir. Itulah yang lebih menyucikan bagi hatimu dan bagi hati mereka.”[8]

Sebab-sebab turunnya ayat tersebut adalah berdasarkan keterangan daripada sebuah hadis yaitu :

Daripada Anas r.a, ia berkata, “Ubay bin Ka’ab pernah bertanya kepadaku tentang perkara hijab dan akulah orang yang lebih mengetahui soal itu. Ketika Nabi s.a.w menikah dengan Zainab pada waktu pagi baginda mengawini Zainab di Madinah. Lalu baginda mengundang orang-orang untuk makan, ketika matahari telah tinggi. Maka duduklah beberapa orang laki-laki beserta Rasulullah s.a.w (selesai makan). Sesudah orang lain bangun dari tempat duduknya, Rasulullah s.a.w bangun pula (agar mereka bangun dari duduk mereka). Lalu Rasulullah s.a.w berjalan dan aku pun berjalan beserta baginda, hingga baginda sampai ke pintu bilik Aisyah. Rasulullah s.a.w mengira bahawa mereka yang duduk itu telah keluar semuanya, lantas baginda kembali, dan aku pun kembali beserta beliau. Ternyata mereka masih duduk juga di tempat mereka semula. Lalu baginda berbalik dan aku pun berbalik untuk kedua kalinya hingga baginda sampai ke pintu bilik Aisyah. Lalu baginda berbalik kembali, aku pun berbalik lagi. Pada waktu itu orang-orang pun telah berdiri dari duduk mereka (ke luar), maka dipasang oleh beliau tabir antaraku dan antara beliau, lalu turunlah ayat hijab, yaitu, “Hai orang-orang yang beriman”, hingga firman Allah, “Dan bila kamu hendak bertanya sesuatu kepada perempuan-perempuan itu, tanyakanlah dari balik tabir, yang demikian lebih menyucikan bagi hatimu dan bagi hati mereka.”[9]

          Apabila disadari bersama pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, seringkali membangkitkan nafsu shahwat, tentu orang tidak akan mengatakan bahwa memakai tabir itu tidak wajib. Dengan cara bertabir, sesuatu yang mungkin menyebabkan jiwa jadi kotor dapat dihindari.

          Berhijab adalah perintah Allah yang mutlak wajib diimani oleh setiap muslim dan muslimah. Bagi setiap sosok yang mengikrarkan diri sebagai muslim, maka tidak ada keraguan sedikitpun akan wajibnya menutup aurat dengan hijab. Berhijab adalah sebuah bentuk ketundukan, kepasrahan dan ketaatan kepada Allah, karena Allah yang menciptakan kita, yang menyuruh kita untuk berhijab.[10]

          Memandang itu berasal dari kata ba-sha-ra (بَصَرَ) yang berarti melihat atau memandang. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah menggunakan kata ba-sha-ra bagi mendefinisikan pandangan, yaitu[11] :

عَنْ جَرِيرٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ فَقَالَ : اِصْرِفْ بَصْرَك 

Maksudnya, “Dari Jarir r.a ia berkata, “Pernah aku bertanya kepada Nabi s.a.w tentang padangan yang mendebarkan. Maka beliau menjawab, “Palingkanlah pandanganmu.”

          Jika didefinisikan melihat kepada sudut literasinya sahaja, memandang adalah suatu perbuatan mengarahkan anak mata kepada sesuatu, dengan tujuan untuk meneliti atau mengamati.

          Apabila seseorang telah melepaskan pandangan kepada wanita, baik yang mendebarkan perasaan atau tidak, pandangan yang boleh menurut agama adalah pandangan pertama. Adapun pandangan yang kedua haram hukumnya. Dengan kata lain, pandangan yang boleh ialah terpandang dan tidak disengajakan, bukan sengaja. Dilarang sengaja memandang dan mengamati bentuk dan rupanya, sesudah terlihat sebagaimana yang banyak terjadi.[12] Sabda Rasulullah s.a.w menjelaskan :

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَا عَلِيُّ لَا تَتْبِعِ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَ لَيْسَتْ لَكَ الْأَخِرَةُ

Maksudnya : Dari Ali r.a, dari Nabi s.a.w, bagina bersabda, ”Ya Ali, janganlah pandangan itu kamu turuti karena yang boleh bagimu, hanya pandangan pertama dan tidak halal bagimu pandangan yang kedua.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmizi)[13]

          Menurut madzhab Syafi’I, tidak boleh melihat perempuan, selain muka dan kedua telapak tangannya. Adapun selebihnya dari itu adalah aurat.[14] Manakala Ibnu Abbas r.a berpendapat bahawa yang dimaksud dengan barang yang lahir adalah muka dan telapak tangan. Dan boleh memperlihatkan aurat kepada suami, ibu, bapak, dan orang-orang yang haram nikah dengan mereka (muhrim).[15]

          Memandang makhluk itu asal hukumnya harus, namun bisa jatuh kepada makruh bahkan kepada haram jika ia disertai dengan syahwat.[16] Dalam menjaga ikhtilat pandangan mata, Islam telah menggariskan beberapa panduan kepada setiap umatnya, antaranya.:

1. Ketika berbual, pandangan mata hendaklah dijaga agar tidak memandang dengan nafsu syahwat. Pandangan mata adalah satu senjata sulit iblis dan syaitan bagi merosakkan anak Adam. Oleh itu, Al-Quran menyuruh lelaki dan wanita sama-sama menundukkan pandangan melalui firmanNya di dalam Surat An-Nur ayat 30-31.

2. Tidak melihat aurat orang lain atau berusaha melakukannya. Jika terpandang aurat, maka hendaklah cepat-cepat mengubah pandandangan anda.

 

D. Konsepsi Berkenaan Memandang Wanita Yang Dipinang

          Selain difahami dari sudut bahasanya, memandang juga turut diperdebatkan di dalam permasalah pertunangan. Memandang dalam konteks khitbah munakahat itu bisa diartikan sebagai melihat kepada calon pasangan dengan tujuan untuk mengenali (berkenalan untuk kebaikan) dari kedua pihak, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan , agar tidak menimbulkan penyesalan antara keduanya apabila pernikahan sudah dilangsungkan.[17]

          Dalam Islam, kita dianjurkan melihat dahulu bakal tuning sebelum dilakukan proses meminang. Biasanya lelaki yang akan meminang, maka wajarlah si lelaki melihat dahulu wanita yang akan dipinang. Sesungguhnya Islam telah member kebenaran untuk memandang wanita khusus dalam kasus peminangan berdasarkan sabda nabi s.a.w kepada seorang sahabar baginda yang ingin meminang seorang wanita agar melihatnya dahulu[18] :

أُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمْ

Maksudnya : “Lihatlah kepadanya, maka sesungguhnya ia lebih baik untuk mengekalkan kasih sayang antara kamu berdua.”[19]

          Muhammad bin Ismail San’ani berkata, “Pada beberapa hadis, disunnahkan untuk mendahulukan melihat orang yang hendak dinikahi. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama’. Memandang di sini hanyalah ditujukan pada muka dan telapak tangan karena sesungguhnya muka itu telah dapat menunjukkan kecantikan atau tidaknya perempuan itu sedangkan telapak tangan menunjukkan lembut atau tidaknya badan perempuan itu.[20]

          Auza’i pula berkata bahawa, “Boleh melihat ke tempat-tempat yang ada daging” Dawud berkata, “Boleh melihat ke semua badan.” (Subulussalam)[21]

          Allah menciptakan lelaki dan wanita. Maka Allah jugalah yang mewujudkan perasaan saling suka menyukai antara lelaki dan wanita.[22] Namun hal ini ada had-had umurnya. Perasaan suka semasa masih anak-anak pasti saja berbeda dengan situasi semasa setelah dewasa.

          Allah s.w.t menggambarkan orang yang lebih mengutamakan kebenaran logik akal, kehendak dan kebenaran wahyu menyerupai sifat orang yang lalaidan termakan hasutan syaitan. Sifat iblis dan syaitan yang terus menerus diperjuangkan adalah menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan pandangan dan pendirian yang menyalahi ajaran Allah s.w.t.[23]

Firman Allah s.w.t di dalam Surat Al-An’am ayat 121 yaitu :


وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللهِ عَلَيهِ وَ إِنَّهُ لَفِسْقٌ وَ إِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَ إِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Maksudnya : Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.[24]

          Untuk melakukan ketaatan, kita perlu memperuntukkan masa bagi memastikan amalan yang kita lakukan sempurna. Kita mahu lakukan yang terbaik karena Allah, tetapi masa yang diambil hanya mahu menarik perhatian dan mendapatkan penghargaan manusia. Pastinya, nilai kedua-dua perbuatan tersebut berbeza di sisi Tuhan.

          Muslimah yang memakai kerudung dengan sempurna dan menutup tubuh, berpakaian labuh, menutupi lengan dengan sempurna, bercelana longgar atau berkain yang tidak menampakkan tubuh badan dan berstoking menutup kaki pasti sukar dan mengambil masa. Kita perlu yakin atas rahmat Allah bahawa setiap jerih payah dalam mentaati perintah Allah, ganjarannya pasti berlipat ganda sesuai dengan kesabaran dan kerelaan kita pada perintahNya.

          Tetapi, jika masa banyak terbuang karena ingin menggayakan fesyen yang unik, berbeda dan tidak menyerlah, tudung yang sepatutnya menutup kecantikan tidak lagi berfungsi sebagaimana tuntutan syariat Islam.

          Pada ketika wanita mengenakan fesyen dan gaya yang pelik, bertudung dengan tidak sempurna menutup tubuh serta berhias berlebihan, yakinlah syaitan sudah mula bersorak riang, nafsu pula gembira dengan ledakan tawa atas kemenangan mengalahkan iman. Begitulah tipu daya iblis terhadap umat manusia, khususnya kepada wanita.  


KESIMPULAN DAN PENUTUP

          Hijab dan memandang masing-masing mempunyai definisi dan pengertian yang bermacam. Hijab bisa bermakna tirai mahupun suatu tutupan pemisah. Mudahnya disimpulkan bahawa hijab dalam konteks ikhitilat adalah suatu bentuk pembatas di antara lelaki dan perempuan, dengan tujuan menjaga pergaulan di antaranya. Manakala memandang pula adalah melihat kepada seseorang, dan bisa juga bermaksud perbuatan untuk mengenali calon isteri dalam permasalahan khitbah dan munakahat.

          Umumnya, Islam tidak melarang pergaulan di antara lelaki dan perempuan. Sudah menjadi fitrah bagi seorang manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain. Namun, Islam tetap mengatur kaedah dan metode dalam menjaga adab dan tata tertib sebagai hambanya.

          Sedar atau tidak, permasalahan ini nampaknya kurang di ambil berat oleh kebanyakan komunitas muslim pada masa kini. Hal inilah yang menjadi kebimbangan di kalangan para ilmuan Islam, mahupun kepada orang-orang mukmin yang merasa bertanggungjawab dengan syariat agamanya. Turut dikhuatiri kesan daripada ini, akan timbullah pelbagai krisis dan isu di dalam umat, sama ada berbentuk perpecahan secara perlahan-lahan mahupun kegiatan budaya yang tidak sihat yang semakin hari semakin menular di kalangan kita.


DAFTAR PUSTAKA  

Buku :

Al-Quranul Karim dan Terjemahannya, Kementerian Agama Republik Indonesia, Bandung: CV Insan Kamil

‘Abd Hamid, Zakaria. 2004. Kamus Al-Ma’rifah Arab – Jawi, Cetakan Pertama. Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publisher

Abdul Kadir, Mohammad Nidzam. 2008. Soal Jawab Remeh Temeh Tentang Nikah Kawin Tapi Anda Malu Bertanya, Edisi Kemas Kini, Cetakan Kedua. Kuala Lumpur: Telaga Biru

An Nakhrawie, Asrifin. 2011. Ringkasan Asbaabun Nuzul : Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, Cetakan Pertama. Surabaya : Penerbit Ikhtiar

Mas’ud, Ibnu. 2007. Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’I, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, Cetakan Kedua. Bandung: Pustaka Setia

Artikel dan Majalah :

Idrus, Azhar. 2013. al-Ustaz : Anda Musykil Islam Menjawab, Isu No. 05. Kuala Lumpur: Telaga Biru

Jusin, Noraslina. 2013. Solusi : Menjaga Aurat Atau Menjaga Penampilan, Isu 52. Kuala Lumpur: Telaga Biru

Yusof, Fathi. 2013. al-Ustaz : Fiqh Kekeluargaan Islam, Isu No. 05. Kuala Lumpur: Telaga Biru

Web :

http://www.indojilbab.com/content/42-definisi-jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang http://aisyafra.wordpress.com/2013/04/02/hijab-syari-atau-stylish/



_______________________________________________________________________
[1] Al-Quran dan Terjemahan, h. 353
[2] Asrifin An Nakhrawie, Ringkasan Asbaabun Nuzul : Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, (Surabaya : Penerbit Ikhtiar, 2011), h. 101-102
[3] Zakaria ‘Abd Hamid, Kamus Al-Ma’rifah Arab – Jawi, (Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publisher, 2004), h. 137
[4] Ibnu Mas’ud, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’I, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 204
[5] http://www.indojilbab.com/content/42-definisi-jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang
[6] http://www.indojilbab.com/content/42-definisi-jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang
[7] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 343
[8] Ibid, h. 425
[9] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 344-345
[10] http://aisyafra.wordpress.com/2013/04/02/hijab-syari-atau-stylish/
[11] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 341
[12] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 342
[13] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 343
[14] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 258
[15] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 259
[16] Mohammad Nidzam Abdul Kadir, Soal Jawab Remeh Temeh Tentang Nikah Kawin Tapi Anda Malu Bertanya, (Kuala Lumpur: Telaga Biru, 2008), h. 28
[17] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 257
[18] Ibid, Mohammad Nidzam Abdul Kadir, h. 18-19
[19] Ibid, Mohammad Nidzam Abdul Kadir, h. 19
[20] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 260
[21] Ibid, Ibnu Mas’ud, h. 260
[22] Azhar Idrus, al-Ustaz : Anda Musykil Islam Menjawab, Isu No. 05. (Kuala Lumpur: Telaga Biru, 2013), h. 97
[23] Noraslina Jusin, Solusi : Menjaga Aurat Atau Menjaga Penampilan, Isu 52. (Kuala Lumpur: Telaga Biru, 2013), h. 52-53
[24] Ibid, h. 143

Ulasan

Catat Ulasan

Kereta rosak panggil pomen,
Sudah baca harap komen. XD

Catatan popular daripada blog ini

5 Masjid Paling Cantik di Perak

5 Bilik Hotel yang Paling Mahal di Malaysia