Bagaimana Caranya Menyambut Hari Akhirat?
Gambar sekadar hiasan |
Sepulangnya dari menunaikan haji pada tahun 98 Hijrah, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik berniat menuju Kota Madinah untuk menziarahi makam Rasulullah s.a.w. Saat itu, Khalifah Sulaiman bersama orang alim yang ahli dalam bidangnya, iaitu Ibnu Syihab Az-Zuhri dan Raja' bin Haiwah.
Amirul Mukminin telah bermukim beberapa hari di madinah. Di sela-sela itu, datanglah utusan dari segala penjuru menemuinya. Selain itu, datang pula para penduduk Madinah dari berbagai sudut kota, para ahli fikihnya, ulama'-ulama'nya, dan juga orang-orang pilihan untuk menemuinya.
Di sela-sela perbincangannya bersama mereka, Sulaiman bertanya, "Adakah di sini orang yang pernah bertemu dengan sahabat-sahabat Rasulullah?"
"Ada tuan," jawab mereka.
"Dia adalah Abu Hazim. Dia pernah bertemu dengan mereka dan belajar fikih sekaligus menimba ilmu dari mereka. Jika tuan berkenan mengutus kami untuk menemuinya, kami akan hadirkan dia ke hadapan tuan," lanjut mereka.
Sulaiman mengutus orang untuk menemuinya. Abu Hazim datang, kemudian masuk. Dia tetap berdiri menunggu khalifah mempersilakannya duduk. Lama sekali dia mendapatkan izin utnuk duduk. Dia kemudian melemparkan tongkatnya, lalu duduk. Pada mulanya Sulaiman memandang Abu Hazim dengan muka marah. Namun, ternyata dia seorang yang buta sebelah matanya dan pincang. Sulaiman lantas bertanya kepadanya.
"Andakah orang yang memiliki kehormatan dapat melihat sahabat Rasulullah dan memiliki pengetahuan agama yang mendalam?"
"Mengapa kamu bersikap kasar, wahai Amirul Mukminin?" tanya Abu Hazim. "Apa sebenarnya yang kamu lihat dariku?"
"Banyak utusan datang menemuiku, begitu juga para penduduk Kota Madinah dari berbagai sudut, para ahli fikihnya, dan juga orang-orang terpilih. Kamu masuk dalam hitungan mereka, tetapi mengapa kamu tidak datang menemuiku?"
"Aku dan tuan belum mengenal satu sama lain, sehingga haruskah aku datang menemuimu? Aku juga tidak ada keperluan denganmu, sehingga aku harus mencarimu."
Setelah mendengar ucapan Abu Hazim, Khalifah Sulaiman turun dari singgahsananya dan duduk sejajar dengan Abu Hazim.
"Kamu benar, Syeikh!" ujar Sulaiman.
"Setelah itu, Sulaiman bertanya lagi, "Duhai Abu Hazim, mengapa kita membenci kematian?"
"Kerana kalian menghancurkan akhirat dan suka memakmurkan dunia. Kalian membenci perpindahan dari kemakmuran menuju kehancuran!" jawabnya.
"Kamu benar, wahai Abu Hazim." ujar Sulaiman. "BAGAIMANAKAH CARANYA MENYAMBUT AKHIRAT?"
"Baiklah. orang yang berbuat kebajikan, maka akan menyambutnya sebagaimana dia menyambut keluarganya yang baru datang dari bepergian jauh. Adapun kedatangan orang jahat, maka dia seperti pembantu yang lari dari majikannya. Dia ditarik dan diikat bahunya. Boleh saja dia diampuni dan boleh saja dia disiksa."
Sulaiman menangis sejadi-jadinya dan orang-orang di sekelilingnya ikut menangis pula.
"Oh tidak! Kami termasuk orang yang mana, wahai Abu Hazim?" tanya Sulaiman.
"Bukalah kembali kitab Allah! Maka akan kamu ketahui sendiri termasuk yang mana," jawabnya.
"Di mana aku akan mendapati pengetahuan tentang itu?" tanyanya lagi.
"Ada pada firman Allah s.w.t yang menyatakan :
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (syurga yang penuh) kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang derhaka benar-benar berada dalam neraka."(Surah Al-Infitar, ayat 13-14)
"Wahai Abu Hazim, di manakah rahmat Allah?" tanya Sulaiman.
"Rahmat Allah selalu dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan."
"Wahai Abu Hazim, siapa pula orang yang paling cerdas?"
"Dialah Al-'Alim (Yang Maha Mengetahui)."
_________________________________________________________________
Sumber : Kisah-Kisah Islami Paling Inspiratif Sepanjang Masa, Dr. Musthofa Murad
Jazakallahu khair
BalasPadamWa anti aidhan ya ukhti :)
Padam